UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS SUMEDANG

Senin, 02 Januari 2012

makalah pkn


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Masih banyaknya masyarakat kita yang mengartikan kebudayaan adalah kesenian, sehingga banyak yang  menganggap semua kesenian adalah kebudayaan. Hal ini dikarenakan kesenian memiliki ruang lingkup yang besar dalam kebudayaan. Kesenian berisi tentang kandungan nilai-nilai budaya, bahkan menjadi wujud dan ekspresi yang menonjol dari nilai-nilai budaya.
Arus globalisasi yang masuk ke Indonesia memiliki dampak yang besar disegala bidang, baik dari segi positif maupun negatif. Terutama dalam Bidang Kebudayaan dan keseniaan daerah, seperti wayang kulit. Dapat kita lihat dari segi positif diantaranya yaitu kita dapat menyebarkan suatu kebudayaan yang kita miliki kepada dunia luas sehingga kebudayaan kita bisa lebih dikenal oleh dunia luar. Dari segi negatif dapat kita lihat yaitu semakin terkikisnya nilai-nilai Budaya kita oleh pengaruh budaya asing yang masuk ke negara kita. Seperti halnya kesenian daerah yaitu wayang kulit, seiring berkembangnya arus globalisasi maka semakin pula berkurang minat dari masyarakat terhadap kesenian wayang kulit.
Maka dari itu kita adalah generasi penerus bangsa yang mempunyai tugas untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian daerah seperti wayang kulit. Kesenian wayang kulit dapat kita lestarikan dan kembangkan sehingga kesenian tersebut tidak akan hilang ataupun punah.
Untuk  meningkatkan ketahanan budaya bangsa, maka masyarakat perlu mengem­bangkan kesenian yang mampu melahirkan suatu nilai tambah dalam masyarakat.  Di sinilah awal dari kesenian menjadi kekayaan budaya dan modal sosial kultural masyarakat. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk menyusun makalah yang berjudul “PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KEBUDAYAAN WAYANG KULIT”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis menyusun beberapa rumusan, diantaranya yaitu:
1.      Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan wayang kulit?
2.      Apa yang menyebabkan wayang kulit kurang diminati masyarakat?
3.      Bagaimana cara melestarikan kesenian wayang kulit dalam era globalisasi ?

C.    Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan dan batasan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Mengidentifikasi pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan wayang kulit.
2.      Menganalisis penyebab wayang kulit mulai kurang diminati masyarakat.
3.      Mengetahui cara melestarikan kesenian wayang kulit dalam era globalisasi.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Definisi Globalisasi dan Kebudayaan
1.      Pengertian Globalisasi
Kata globalisasi diambil dari kata globus yang artinya bulatan atau bola, Globus melahirkan kata globe (bola bumi) dan global adalah hal-hal yang berhubungan dengan bola bumi, globalisme adalah satu pandangan bahwa bumi merupakan bola. Globalisasi yaitu proses yang merambah bola bumi dan merupakan proses yang mendunia.
2.      Pengertian kebudayaan
Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan. Dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita.
Globalisasi dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat dan akan berdampak positif atau negatif disegala bidang terutama kebudayaan. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti Keanekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya.

B.     Kebudayaan Wayang Kulit
Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar.
Wayang kulit adalah sebagian dari produk seni tradisional klasik, yang secara sadar dikembangkan secara konsepsionil. Konsep ini kemudian berakibat adanya perumusan seni yang kemudian dipertahankan kelestariannya oleh pencintanya. Konsep tersebut dibuat oleh orang yang biasa kita sebut dengan istilah “empu”. Empu-empu ini merupakan orang yang dekat dengan orang yang mempunyai kekuasaan, misalnya raja-raja. Selain itu empu juga seorang yang menurut istilah sekarang disebut “all round”. Mumpuni dalam hampir segala bidang, dia seorang sastrawan, ahli politik, ahli hukum, ahli siasat, ahli pandai besi. Contohnya Empu Gandring.
Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Pertunjukan wayang di Negara kita memiliki teknik dan gayanya tersendiri, dengan demikian wayang Indonesia merupakan buatan orang Indonesia asli yang memiliki cerita, gaya dan dalang yang luar biasa.
Wayang, oleh para pendahulu negeri ini sangat mengandung arti yang sangat dalam. Sunan Kali Jaga dan Raden Patah sangat berjasa dalam mengembangkan Wayang. Para Wali di Tanah Jawa sudah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian. Pertama Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain. Yaitu “Mana yang Isi (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) harus dicari (Wayang Golek)”.

C.    Perubahan Budaya dalam Globalisasi
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial merupakan salah satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, VCD, dan DVD yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka.
D.    Pengaruh Globalisasi Terhadap Budaya Bangsa
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion . Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia . Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai ketimuran.


E.     Tindakan yang mendorong timbulnya globalisasi kebudayaan dan cara mengantisipasi adanya globalisasi kebudayaan
Dalam era globalisasi ini peran kebijaksanaan pemerintah lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan ekonomi dari pada cultural atau budaya sehingga dapat dikatakan merugikan suatu perkembangan kebudayaan. Dapat kita melihat tingkah laku aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, di mana banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai dengan tuntutan pembangunan. Dalam kondisi seperti ini arti dari kesenian rakyat itu sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya lagi. Melihat kecenderungan tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan para seniman dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan simbol-simbol pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah pemeliharaan dan pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar didukung oleh nilai seni yang mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model saja dalam pembangunan. Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan rasional. Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Aparat pemerintah di sini turut mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak lagi terlihat keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian (oroginalitas) yang diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu pemerintah harus ‘melakoni’ dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan politik. Globalisasi informasi dan budaya yang terjadi menjelang millenium baru seperti saat ini adalah sesuatu yang tak dapat dielakkan. Kita harus beradaptasi dengannya karena banyak manfaat yang bisa diperoleh. Harus diakui bahwa teknologi komunikasi sebagai salah produk dari modernisasi bermanfaat besar bagi terciptanya dialog dan demokratisasi budaya secara masal dan merata. Globalisasi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya melalui media massa menyadarkan dan memberikan informasi tentang keberadaan nilai-nilai budaya lain yang berbeda dari yang dimiliki dan dikenal selama ini. Kontak budaya ini memberikan masukan yang penting bagi perubahan-perubahan dan pengembangan-pengembangan nilai-nilai dan persepsi dikalangan masyarakat yang terlibat dalam proses ini. Kesenian bangsa Indonesia yang memiliki kekuatan etnis dari berbagai macam daerah juga tidak dapat lepas dari pengaruh kontak budaya ini. Sehingga untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan diperlukan pengembangan-pengembangan yang bersifat global namun tetap bercirikan kekuatan lokal atau etnis. Globalisasi budaya yang begitu pesat harus diantisipasi dengan memperkuat identitas kebudayaan nasional. Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya menjadi aset kekayaan kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau slogan para pemegang kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka keperluan turisme, politik dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional yang dilakukan lembaga pemerintah masih sebatas pada unsur formalitas belaka, tanpa menyentuh esensi kehidupan kesenian yang bersangkutan. Akibatnya, kesenian tradisional tersebut bukannya berkembang dan lestari, namun justru semakin dijauhi masyarakat. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi oleh kesenian rakyat cukup berat. Karena pada era teknologi dan komunikasi yang sangat canggih dan modern ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif sebagai pilihan, baik dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat memungkinkan keberadaan dan eksistensi kesenian rakyat dapat dipandang dengan sebelah mata oleh masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian modern yang merupakan imbas dari budaya pop. Untuk menghadapi hal-hal tersebut di atas ada beberapa alternatif untuk mengatasinya, yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi para seniman rakyat. Selain itu, mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai pengayom dan pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi kekuasaan dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau dana-dana untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja.






BAB III
    PEMBAHASAN
A.  Budaya Wayang Kulit yang semakin pudar
Budaya wayang kulit merupakan salah satu warisan bangsa yang harus dipertahankan oleh generasi muda karena memiliki keunikan tersendiri. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat menimbulkan pola hidup masyarakat menjadi lebih modern. Akibatnya masyarakat lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan melestarikan kebudayaan wayang kulit yang lahir ketika zaman dulu. Sayangnya budaya wayang kulit yang seharusnya dilestarikan, sekarang ini malah kurang diminati oleh masyarakat. Sekarang pertunjukan wayang kulit sudah jarang jikalau ada, kebanyakan masyarakat enggan melihatnya dikarenakan malas, sudah kuno. Mereka lebih memilih untuk tinggal di Rumah menonton TV daripada menonton pertunjukan wayang. padahal Masyarakat  pada zaman dulu ketika ada pertunjukan wayang kulit baik muda maupun tua, baik laki-laki maupun perempuan, mereka selalu berbondong-bondong menyaksikan pertunjukan tersebut. Adapun yang melihat pertunjukan tersebut hanyalah orang-orang tertentu saja seperti  para kalangan orang tua dan orang-orang yang mencintai kesenian daerah.

B.     Analisis Perubahan Budaya Kesenian Wayang Kulit Akibat Globalisasi
Budaya wayang kulit menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya.Wayang kulit sangat membanggakan karena memiliki  keunikan tersendiri. Seiring berkembangnya zaman, menimbulkan perubahan pola hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan melestarikan budaya ini.
Banyak faktor yang menyebabkan wayang kulit mulai dilupakan dimasa sekarang ini, misalnya masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga kesenian wayang kulit ini pun mulai dilupakan. Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesenian wayang kulit.
Wayang kulit adalah salah satu identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa, wayang kulit harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara lain. Tugas utama yang harus dibenahi adalah bagaimana mempertahankan, melestarikan, menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh budaya bangsa yang akan megharumkan nama Indonesia. Dan juga supaya budaya asli negara kita tidak diklaim oleh negara lain.
Adanya globalisasi yang memiliki dampak positif maupun negatif, maka perlu adanya tindak lanjut dalam menyikapi globalisasi tersebut. Adapun tindakan-tindakan yang dapat dilakukan yaitu :
1.     Menambah porsi pengetahuan tentang kebudayaan bangsa di sekolah-sekolah baik mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi.
2.     Memfiltrasi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negatif.
3.      Mengadakan berbagai pertunjukan kebudayaan.
4.     Membatasi acara-acara yang dapat memunculkan rasa cinta terhadap budaya asing.
Dalam segi positif globalisasi dapat membantu penyebaran suatu kebudayaaan sehingga budaya suatu bangsa lebih dikenal dalam dunia internasional. Selain itu pada media-media informasi juga bisa memberikan pengaruh positif juga. Misalnya saja kita bisa mengetahui bagaimanakah kebudayaan suatu bangsa.
Dalam kehidupan masyarakat ada yang berdampak positif dan ada juga yang berdampak negatif dari adanya globalisasi. Semuanya tergantung dari pribadi kita masing-masing untuk memlilih dan memilah mana yang sesuai dengan kepribadian bangsa kita dan mana yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita.
Setelah diperpadukan dengan penelitian-penelitian yang sudah ada, banyak terjadi persamaan maupun perbedaan. Diantaranya adalah semakin terkikisnya budaya dan adat istiadat setempat karena arus globalisasi yang tidak terkendali. Banyak masyarakat yang sudah tidak lagi mengenal kebudayaan yang ada pada daerahnya sendiri. Karena mereka kurang cinta terhadap kebudayaanya sendiri. Mereka lebih memilih kebudayaan asing yang kurang bermanfaat bahkan bisa menghancurkan budaya asli yang dimiliki.





















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pengaruh globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif dan positif bagi kebudayaan bangsa Indonesia. Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Kesenian wayang kulit merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang saat ini sudah mulai pudar. Hal tersebut disebabkan oleh  masuknya budaya asing ke Negara kita yang secara tidak langsung budaya asing mulai mendominasi kebudayaan kita sehingga kesenian wayang kulit pun mulai dilupakan. Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesenian wayang kulit. Oleh karena itu perlu dipertahankan aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas bangsa. Caranya adalah Menambah porsi pengetahuan tentang kebudayaan bangsa di sekolah-sekolah baik mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, Menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negatif, Mengadakan berbagai pertunjukan kubudayaan, dan Membatasi acara-acara yang dapat memunculkan rasa cinta terhadap budaya asing.
Dengan demikian sebagai generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa depan anak cucu.
B.     Saran
Dari hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu :
1.      Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran budaya bangsa.
2.      Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada umumnya.
3.       Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya.
4.      Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negatif.
5.      Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar